Kamis, 15 April 2010

7 (tujuh) Kota/Wilayah Nafs dalam diri manusia....


Bismillahirrahmanirrahim....

Ba'da Basmalah wa Tahmid wa Sholawat An Nabi saw..

GAMBARAN TENTANG NAFS DALAM DIRI MANUSIA
( 7 kota/wilayah Nafs dalam diri manusia )
oleh : As Syaikh Bahauddin An Naqsyabandi ra - Pendiri dan Al Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah

Beliau, As Syaikh Bahauddin An Naqsyabandi ra - menggambarkan setiap stasiun di dalam diri manusia sebagai kota/wilayah, satu sama lainnya saling menempati.

Bacalah dengan membawa diri kita sebagai pelaku pengembara dalam setiap Kota/Wilayah yang digambarkan, agar kita mendapatkan makna didalamnya untuk diri kita sendiri, sehingga kita dapat mengetahui dimanakah kita sekarang ini berada.

Bagian I - NAFS TIRANI

Bagaikan dalam mimpi, aku tiba pada sebuah kota yang gelap. Kota tersebut sangatlah luas, aku tidak dapat melihat maupun membayangkan batasnya. Kota tersebut dihuni oleh manusia dari berbagai bangsa dan ras. Seluruh perilaku buruk dari setiap mahluk hidup, seluruh dosa, baik yang kuketahui maupun yang tidak berada di sekelilingku.

Apa yang kuamati membawaku pada pemikiran bahwa sejak semula cahaya matahari kebenaran tidak pernah menyinari kota ini. Tidak hanya langit, jalan-jalan, maupun rumah-rumah di kota tersebut berada di dalam gelap gulita, tetapi para penduduknya, yang bagaikan kelelawar, memiliki pikiran dan hati segelap malam.

Sikap amaliah dan perilaku mereka bagaikan anjing liar. Bergumul dan berkelahi satu sama lainnya untuk sesuap makanan, terobsesi oleh nafsu buruk dan amarah, mereka saling menghancurkan dan membunuh.

Kesenangan utama mereka hanyalah bermabuk-mabukkan dan melakukan hubungan seks tanpa membedakan laki-laki dan wanita, isteri dan suami, atau yang lainnya. Berbohong, berbuat curang, bergunjing, memfitnah, dan mencuri adalah tradisi mereka, tanpa sedikitpun perduli terhadap orang lain.

Mereka sama sekali tidak memiliki kesadaran dan rasa takut kepada Tuhan. Banyak di antara mereka menyebut dirinya sebagai Muslim. Bahkan, sebagian dari mereka dianggap sebagai orang bijak seperti para Syaikh, Guru, Cendikiawan dan Penceramah.

Penduduk kota ini memberitahu kepada ku bahwa kota ini bernama "KOTA/WILAYAH AMARAH", kota kebebasan, tempat setiap orang melakukan apa yang mereka sukai.

Aku menanyakan pula siapa nama penguasa kota tersebut. Penduduk kota ini berkata bahwa sang penguasa kota ini bernama "YANG MULIA KEPANDAIAN", ia seorang Astrolog, Ahli Sihir, Insinyur, Ahli Fiqih, Dokter yang memberikan kehidupan pada seseorang yang akan meninggal dunia, seorang Raja terpelajar yang terpandai dan tidak ada duanya di dunia ini, orang-orang Jenius, Profesor, Doktor, Analis, Presiden, Pejabat, dsb.

Para Penasehat dan Menterinya disebut "LOGIKA", para Hakimnya bergantung kepada "HUKUM RASIONALITAS KUNO", para Pelayannya disebut "IMAJINASI DAN KHAYALAN". Seluruh penduduknya sepenuhnya setia kepada penguasanya, tidak hanya menghormati dan menghargainya serta setia kepada pemerintahannya, tetapi juga mencintainya, sebab mereka semua merasakan persamaan sifat, adat istiadat dan perilaku.

Aku pergi menemui sang penguasa "YANG MULIA KEPANDAIAN", dan memberanikan diri untuk bertanya,"bagaimana mungkin para penduduk yang berpengetahuan dari kerajaanmu ini tidak berkelakuan sesuai dengan pengetahuan mereka dan tidak merasa takut terhadap Tuhan ?, bagaimana mungkin tidak seorang pun di kota ini takut terhadap hukuman Tuhan, sementara mereka takut akan hukuman dari mu ?, bagaimana mungkin rakyatmu berperawakan layaknya seorang manusia, namun sifat mereka bagaikan bianatang buas dan liar, dan bahkan lebih buruk lagi ?"

"YANG MULIA KEPANDAIAN" menjawab, "Aku.. seorang yang mampu mengusahakan keuntungan pribadi dari dunia ini, walaupun keuntunganku adalah kerugian bagi mereka, dan itu adalah teladan bagi mereka. Aku memiliki utusan di dalam diri mereka masing-masing. Mereka adalah hamba-hambaku, dan hamba-hamba dari para utusanku yang berada di dalam diri mereka, namun aku juga memiliki seorang guru yang membimbingku, dialah IBLIS.

Bagian II - NAFS YANG PENUH PENYESALAN

Aku yang melalui kota/wilayah NAFS TIRANI memohon kepada sang Raja "YANG MULIA KEPANDAIAN" untuk diizinkan mendatangi sebuah wilayah dengan sebuah istana besar yang berada di tengah kota.

Sang Raja "YANG MULIA KEPANDAIAN" menjawab,"Aku juga berkuasa atas wilayah istana tersebut. Wilayahnya disebut "PENYESALAN".

Di dalam wilayah "PENYESALAN", imajinasi tidak memiliki kekuatan mutlak. Mereka juga melakukan apa yang disebut sebagai dosa. Mereka melakukan perzinaan, mereka memuaskan syahwat/seks mereka, baik dengan laki-laki maupun perempuan, mereka minum khmar/alkohol, mereka berjudi, mencuri, membunuh, bergunjing, dan memfitnah sebagaimana penduduk "NAFS TIRANI", namun sering juga mereka menyadari perbuatan mereka, kemudian mereka menyesal dan bertaubat.

Aku bertemu dengan seorang cedikiawan di wilayah ini, ia menegaskan bahwa mereka berada di bawah kekuasaan "YANG MULIA KEPANDAIAN", namun mereka memiliki administrator-administrator sendiri, yang bernama "KEANGKUHAN, KEMUNAFIKAN DAN FANATISME".

Di antara para penduduk banyak yang tampak seakan-akan suci, taat, soleh dan lurus. Aku mendapati mereka dicemari oleh keangkuhan, egoisme, dengki, ambisi, kefanatikan, dan di dalam persahabatan mereka ada ketidak tulusan, yang terbaik dari mereka adalah bahwa mereka berdoa dan berusaha mengikuti perintah Tuhan, karena mereka takut akan hukuman Tuhan dan takut pula akan Neraka.

Setelah menyusuri wilayah itu, aku melihat lagi sebuah wilayah dengan sebuah istana lain lagi, aku bertanya mengenai istana tersebut kepada salah seorang penduduk yang terpelajar. Ia mengatakan bahwa wilayah istana tersebut di kenal sebagai wilayah "CINTA DAN ILHAM". Saya bertanya mengenai siapakah penguasa wilayah tersebut, dikatakannya bahwa penguasanya bernama "YANG MULIA KEARIFAN" yang memiliki seorang wakil yang bernama "CINTA".

Penduduk terpelajar tersebut berkata,"Jika salah satu dari kami memasuki wilayah CINTA DAN ILHAM tersebut, maka kami tidak menerimanya kembali ke kota/wilayah kami. Karena siapapun yang telah pergi dan masuk kesana akan berubah layaknya para penduduk wilayah itu, siapapun akan sepenuhnya terikat pada wakil penguasa wilayah itu, dan siap mengorbankan apapun terhadap seluruh yang mereka miliki, harta kekayaan mereka, keluarga serta anak-anak mereka, bahkan kehidupan mereka. Itu semua demi sang wakil penguasa wilayah itu yang bernama CINTA."

Ia melanjutkan,"Raja kami, YANG MULIA KEPANDAIAN, melihat bahwa sifat-sifat tersebut sama sekali tidak dapat diterima. Ia takut akan pengaruh dari mereka yang memiliki sifat-sifat tersebut, karena baik kesetiaan maupun tindakan mereka tampak tidak logis dan tidak diterima oleh akal sehat."

Sang Raja berujar,"Kami mendengar bahwa penduduk wilayah CINTA DAN ILHAM tersebut menyebut-nyebut nama Tuhan, bersenandung, dan bernyanyi, bahkan di iringi oleh seruling, rebana, dan gendering, dan mereka melakukan hal tersebut hingga kehilangan kesadaran mereka dan masuk ke dalam Ekstase (para darwis/sufi yang bersenandung memuji Tuhan). Maka, para pimpinan Keagamaan dan Teologis kami melihat bahwa hal tersebut tidaklah dapat diterima. Karenanya, tidak satu pun dari mereka yang bahkan bermimpi untuk menginjakkan kaki di wilayah CINTA DAN ILHAM"

Bagian III - NAFS YANG TERILHAMI

Wilayah "CINTA DAN ILHAM" adalah sebuah wilayah yang kompleks, dengan wilayah positif dan negatif. Egoisme dan kemunafikan masih merupakan hal yang sangat berbahaya pada tingkat ini.

Aku memasukinya, dengan semata-mata mengucapkan kalimat "Laa Ilaaha Ilallah - Tiada Tuhan Selain Allah".

Tak lama kemudian, aku menemukan pondokan para darwis/sufi. Di tempat tersebut aku melihat golongan atas dan bawah, kaya dan miskin, seolah-olah satu. Aku melihat mereka saling mencintai dan menghargai, melayani satu sama lain dengan hormat dan santun, dalam keadaan gembira yang tak ada hentinya.

Mereka berbincang-bincang dan bernyanyi, nyanyian dan perkataan mereka memikat hati, indah dan selalu berkenaan dengan Tuhan, alam akhirat, spritualis dan lepas dari segala kecemasan dan penderitaan, bagaikan hidup di alam surga. Aku tidak mendengar atau melihat apapun yang menyerupai perselisihan ataupun pertengkaran, tida ada yang membahayakan ataupun merusak. Tidak ada tipu daya ataupun kedengkian, kecemburuan, maupun gunjingan. Aku tiba-tiba merasakan kedamaian, kenyamanan dan kebahagiaan di tengah-tengah mereka.

Aku melihat seorang tua, kepekaan dan kearifan memancar melalui matanya. Aku tertarik padanya dan kemudian menghampirinya, "Sahabat, aku seorang pengembara yang papa, dan dalam keadaan sakit, yang sedang mencari obat penyakit kegelapan dan kealpaan. Adakah seorang dokter di wilayah ini yang dapat menyembuhkan diriku ini ?". Ia terdiam sejenak, aku menanyakan namanya, ia menyebut namanya sebagai "PETUNJUK". Kemudian ia berkata, "Nama kecilku KEBENARAN, sejak zaman dahulu, tidak satu pun kebohongan keluar dari bibirku, tugas dan wewenangku adalah menunjukkan jalan kepada mereka dengan tulus mencari kebersamaan dengan YANG MAHA TERCINTA."

Sang orang tua tadi kemudian menggambarkan pada ku mengenai wilayah KAUM PENIRU yang berada di dalam wilayah ini. Ia berkata,"inilah wilayah kaum munafik, yang menirukan bentuk luar dari pemujaan dan ajaran spiritual tanpa pemahaman batiniah. Dokter ahli yang engkau cari guna menyembuhkan penyakitmu itu tidak berada di wilayah ini. Tidak pula toko obat yang menyediakan obat untuk penyakit lalai, kegelapan hati, mereka sendiri disini sebenarnya sakit dengan penyakit diri mereka sendiri. Mereka menyebut diri mereka sebagai Kekasih Tuhan, namun hanya menjadi Tuan Peniruan."

"Mereka menyembunyikan tipu daya, sikap munafik, dan kedengkian dengan sangat baik. Walaupun lidah mereka tampak mengucapkan doa-doa dan nama-nama Tuhan, dan engkau kerap menemukan mereka berada di tengah kumpulan para darwis/sufi. Engkau tidak akan menemukan pada mereka obat untuk menyembuhkan penyakit kelalaian dan kealpaan."

Bagian IV - NAFS YANG TENTRAM

(dalam manuskrip beliau - As Syaikh Bahauddin An Naqsyabandi ra menggambarkan Orang Tua yang ditemukan oleh pengembara pada Bagian III - NAFS YANG TERILHAMI adalah bahasa lain dari seorang Syaikh Mursyid/Waliyam Mursyida, yang dinamakan juga sebagai PETUNJUK. Beliau juga memberikan catatan bahwa pekerjaan lain yang diperlukan dalam tingkat wilayah ke IV ini adalah dengan mengurangi perasaan terpisah dari Tuhan dan mulai menyatukan beragam kecenderungan yang telah dibangun. )

Orang Tua itu mengirim aku untuk memasuki wilayah NAFS YANG TENTRAM, wilayahnya Para Pejuang Spiritual.

Aku mengikuti nasehatnya dan pergi ke wilayah itu. Orang-orang yang kutemui di sana berperawakan kurus dan lemah, lembut, bijaksana, bersyukur, taat beribadah, patuh, berpuasa, merenung dan bermeditasi. Kekuatan mereka terletak pada pengamalan akan hal-hal yang mereka ketahui. Aku mendekati mereka, dan melihat bahwa mereka telah meninggalkan sifat-sifat buruk akibat sifat-sifat mementingkan diri sendiri, dan dari bayangan-bayangan alam bawah sadar mereka.

Aku ikut bertempur dengan Egoku siang dan malam, namun tetap saja aku menjadi seorang Politeisme yang banyak "Diriku" dan "Aku" yang saling bertengkar walaupun menghadap kepada Tuhan Yang Satu.

Hal ini, yakni penyakitku yang menjadikan banyaknya "Aku" sebagai mitra Tuhan, membentuk bayangan yang tebal di atas hatiku, menyembunyikan kebenaran, dan membuatku terjebak di dalam kelalaian yang fatal.

Aku memberitahu mereka - Para Pejuang di wilayah ini, yang kuanggap sebagai Dokter, mengenai penyakitku, yakni Politeisme yang tersembunyi, kelalaian yang fatal dan memprihatinkan serta kegelapan hati, aku pun meminta pertolongan mereka.

Mereka berkata kepadaku, "Bahkan di wilayah ini, tempat orang-orang bertempur dengan ego mereka, tidak ada obat bagi penyakitmu itu."

Mereka menyarankan aku untuk tetap terus berjalan, menuju ke wilayah yang bernama Permohonan dan Tafakur (NAFS YANG RIDHA). Mungkin saja di sana, menurut mereka, akan ada orang yang dapat menyembuhkan penyakitku. Dengan izin dari Orang yang telah kutemukan sebelumnya, aku pun melanjutkan perjalan menuju wilayah yang disarankan oleh orang-orang di wilayah ini.

Bagian V - NAFS YANG RIDHA

Aku memasuki wilayah "NAFS YANG RIDHA" atau dengan nama lain wilayah "MEDITASI (TAFAKUR)". Ketika aku sampai di sana, aku melihat para penduduknya terlihat demikian tenang dan damai, mengingat Tuhan secara terus menerus, melantunkan nama-nama Nya yang indah dan agung.

Perilaku mereka begitu lembut dan penuh sopan santun. Mereka hampir tidak pernah berbicara sebab takut akan saling mengganggu dalam melakukan meditasi yang khusyuk. Mereka begitu ringan bagaikan bulu burung, namun mereka takut akan membebani orang lain.

Aku menghabiskan waktu bertahun-tahun di wilayah ini, akan tetapi, aku belum juga sembuh dari penyakit Dualisme "AKU" dan "DIA" yang masih membentuk bayangan tebal di atas hatiku.

Air mataku mengalir deras. Dalam keadaan teramat sedih, lemah, dan sangat terpesona, aku terjatuh dalam suasana yang aneh, ketika lautan kesedihan terasa menyeliputi dan mengelilingi ku.

Saat aku berdiri dengan perasaan tidak berdaya, sedih, tak sadar, muncullah seseorang yang tampak amat Tampan bermandikan cahaya. Ia menatapku dengan mata yang penuh kasih sayang dan berkata kepadaku :

"wahai budak dirinya yang papa, yang dalam pengasingan di tanah yang asing.. wahai pengembara yang jauh dari kampung halaman, wahai engkau yang berduka, engkau tidak akan menemukan obatmu di wilayah ini. Tinggalkanlah tempat ini, pergilah ke wilayah nun jauh lagi di sana. Nama wilayah itu adalah wilayah "PENAFIAN DIRI (FANA')". Di sana engkau akan menemukan obat yang engkau cari, Dokter yang telah menafikan diri mereka.."

"Mereka tidak memiliki raga, yang mengetahui rahasia "Jadilah Tiada, Jadilah Tiada, Jadilah Tiada, maka Kau akan Ada, Kau akan Ada, Kau akan Ada, maka Kau menjadi Ada selamanya.."

Bagian VI - NAFS YANG RIDHAI TUHAN

Segara aku berangkat menuju wilayah "PENAFIAN DIRI(FANA')". Aku melihat para penduduknya membisu, terdiam seolah-olah mati, tanpa kekuatan di dalam dirinya untuk melontarkan sepatah kata pun. Mereka telah meninggalkan harapan untuk memperoleh keuntungan dari berbicara, dan siap menyerahkan jiwa mereka pada malaikat maut. Mereka sama sekali tidak perduli dengan keberadaanku.

Bahkan, di tempat itu, di tengah-tengah mereka, aku merasakan penderitaan yang pedih. Namun, ketika aku hendak menggambarkan gejala penyakitku ini, aku tidak dapat menemukan raga ataupun eksistensi yang dapat kukatakan sebagai "ini tubuhku" atau "ini aku".

Kemudian, aku tahu bahwa untuk mengatakan "raga ini milikku", adalah sebuah kebohongan, dan berbohong adalah dosa bagi setiap manusia. Dan aku tahu bahwa bertanya mengenai Pemilik Sejati apa yang disebut sebagai "milikku" adalah syirik yang tersembunyi yang justeru ingin kulenyapkan dari diriku. Lalu, apa yang seharusnya dilakukan ?

Aku merasa putus asa, jika kaku harus berdoa kepada-Nya dan berkata "Ya Tuhan", maka akan ada dua "Aku dan Dia", zat yang pada-Nya aku memohon pertolongan atas kehendak yang dikehendaki, hasrat yang dihasrati, pecinta dan yang dicintai, sungguh begitu banyak. Aku tidak mengetahui obatnya.

Ratapan tersebut membuat iba Malaikat Pemberi Ilham, yang membacakan padaku KITAB ILHAM TUHAN, "mula-mula fana'kanlah tindakan-tindakanmu". Ia memberikan itu sebagai hadiah. Ketika ku ulurkan tangan untuk menerima hadiah itu, kulihat tiada tangan. Ia hanyalah campuran air, tanah, angin dan api. Aku tidak memiliki tangan untuk mengambil hadiah itu. Aku tidak memiliki kekuatan untuk bergerak. Hanya satu yang memiliki kekuatan, yaitu YANG MAHA KUAT. Tindakan apapun yang muncul melaluiku, maka ia adalah milik YANG MAHA KUASA. Seluruh kekuatan, seluruh tindakan, kuserahkan kepada-Nya, dan kuserahkan segala yang terjadi padaku dan melaluiku di dunia ini.

Kemudia aku berdoa untuk meninggalkan sifat-sifatku, yakni sifat-sifat yang membentuk kepribadian seseorang. Ketika aku lihat, apa yang aku saksikan bukanlah milikku. Ketika aku bicara, apa yang kukatakan bukanlah pula milikku. Tak satupun adalah milikku. Sama sekali tidak berdaya, aku dilepaskan dari seluruh sifat, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, yang membedakan aku dari sifat-sifat luar dan dalam yang telah menjadikan diriku sebagai "Diriku".

Dengan seluruh raga, perasaan dan ruhku, aku menganggap diriku sebagai sesuatu yang suci. Kemudian aku merasa bahwa ini adalah "DUALITAS" , bahwa bahkan esensiku telah diambil dariku, aku masih saja menginginkan dan mengharapkan diri-Nya. Aku merasakan makna dari "mereka yang mengharapkanku adalah hambaku yang sejati".

Wahai Tuhan Yang Maha Meliputi Segala Sesuatu, yang Terdahulu dari yang terdahulu, Terkini dari yang terkini serta atas semua yang wujud dan yang tersembunyi, Yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu. Semuanya menjadi wujud di dalam misteri hatiku. Bahkan, setelah itu aku berharap bahwa misteri "MATI SEBELUM MATI" mewujud dalam diriku.

Ooh.. terkutuklah, kembali "DUALITAS" yang tersembunyi dariku muncul di dalam diriku. Hal ini juga tentunya bukanlah kebenaran.

Bagian VII - NAFS YANG SUCI

Segelintir orang yang mencapai tingkat pada wilayah ini, yang telah melampaui diri secara utuh.

Tidak ada lagi ego ataupun diri. Yang tertinggal hanyalah kesatuan dengan Tuhan. Inilah kondisi yang dinamakan "MATI SEBELUM MATI".

Penyakit apakah yang menyebabkan rasa sakit yang pedih ketika aku bergerak, mengharap, memohon pertolongan, berdoa dan mengiba ?.

Kondisi aneh apakah yang di dalamnya aku terjerumus, yang sulit untuk dijelaskan ?.

Merasa tak berdaya, aku menyerahkan semua ini kepada Pemiliknya dan menanti di Pintu Gerbang Kepasrahan, di dalam perihnya Kematian, lumpuh, tanpa Pikiran ataupun Perasaan, seolah-olah Mati, mengharapkan Kematian menjemputku pada setiap hembusan nafasku.

Menurut nasehat,"Mintalah fatwa pada hatimu", aku menyuruh hatiku untuk membimbingku, Ia berkata,"Selama masih ada jejakmu di dalam dirimu, kau tidak akan mendengar seruan dari Tuhanmu "Datanglah kepadaKu".

Aku mencoba berfikir,"Pikiranku tidak dapat berpikir, akhirnya aku tahu, pemikiran tidak dapat menjangkau Misteri Ilahiah. Bahkan, pengetahuan tersebut tercabut begitu saja, ketika DIA datang kepadaku.

Beliau - As Syaikh ra menutup :

"Wahai Para Pencari !, apa yang kukatakan di sini tidaklah untuk memamerkan yang kuketahui. Karenanya, ia akan diberitakan kepadamu hanya setelah aku tiada diantara kalian."

"Ia diperuntukkan bagi para Pencari Kebenaran, Para Pecinta yang mendamba YANG MAHA TERCINTA, sehingga mereka dapat menemukan di dalam kota/wilayah manakah mereka berada, dan penduduk kota/wilayah manakah yang menjadi kawan mereka."

"Ketika, dan jika tulus, mereka memahami tempat mereka, mereka akan beperilaku sesuai denganya, dan mengetahui arah gerbang kenikmatan bersama Tuhan, untuk kemudian ber SYUKUR kepada Nya."

SELESAI


Terima kasih kang Sirul Barokah (Adam Sutawijaya) atas keikhlasannya meluangkan waktu tuk mengetiknya...

Jumat, 02 April 2010

Sesungguhnya Ini Bukanlah Ujian..., Tetapi Sebuah Kesempatan Besar...


Tuhan membawa pelajaran (Hikmah) kepada kita melalui berbagai cara. Seseorang bisa mendapatkan pelajaran melalui anaknya, ada yang melalui istrinya, ada juga yang melalui perkerjaannya. Dengan banyak jalan Tuhan memberikan kita pelajaran. Jadi, setiap saat kita berhadapan dengan sebuah masalah atau kesulitan, kita perlu menerimanya karena dengannya kita telah diangkat menuju langkah yang lebih tinggi. Setiap hal yang menyebabkan sakit atau penderitaan atau kekhawatiran, kita perlu menyadari bahwa Tuhan telah merancang hal tersebut untuk menaikkan langkah kita ke tinggkat yang lebih tinggi. Melalui kehidupan , Dia selalu memberikan kita hikmah sehingga dengannya, satu per satu, kita bisa naik menuju 99 langkah[1].

Sayangnya, kita cendrung berpikir bahwa situasi seperti ini adalah musibah, lalu kita menderita dan mengeluh. Sebuah pelajaran bisa datang melalui berbagai bentuk – problem ditempat kerja, masalah menyangkut gelar atau ketenaran, pertanyaan tentang kasta atau suku, masalah politik, atau melalui kelaparan, sakit, atau wabah penyakit. Tetapi setiap hal ini merupakan kesempatan bagi kita untuk menaiki derajat kecintaan kita kepada Tuhan. Ini adalah suatu kesempatan untuk menguatkan keimanan kita kepadaNya dan memperoleh sifat-sifatNya.

Untuk itu, kita seharusnya tidak mengkritik Tuhan, mengatakan, “Dia memberiku terlalu banyak masalah!” Kita perlu menyadari bahwa melalui setiap masalah Dia mencoba untuk mengangkat kita dari keterpurukan, keadaan yang tidak stabil yang kita tempati saat ini dan menempatkan kita pada langkah yang lebih tinggi, langkah yang akan menguatkan iman dan rasa syukur kita, dimana kita menjadikannya sebagai tempat berpijak.

Jangan pernah berpikir Tuhan mengujimu. Itu bukanlah caraNya. Selalu berpikir apapun yang datang adalah kesempatan Tuhan untuk mengangkatmu. Lihatnya seperti itu dan berpikirlah, “Hal ini terjadi untuk menunjukkan aku sesuatu, untuk menjelaskan sesuatu kepadaku.”

Jadi panjatlah. Panjatlah menuju langkah berikutnya dengan keimanan, kesabaran, dan keihklasan. Jika kau berhasil dalam melakukan semua 99 langkah ini, lalu semua masalah yang kau hadapi akan hilang. Kau akan meninggalkannya dibelakang. Kau hanya akan melihat Tuhan. Masalah-masalah ini tidak baik untukmu, bahkan mereka tidak mau bersamamu, jadi tinggalkan mereka dibelakang dan panjatlah lebih tinggi. Jika kau kembali kepada tingkat mereka, itu hanya akan mendatangkan banyak masalah lainnya. Jadi panjatlah, dan tetaplah memanjat. Tuhan berkata, “Panjatlah, percayakan kepadaKu. Naiklah dan menetaplah di tempatKu, tempat kebaikan. Datanglah menujuKu dan panjatlah dengan keimanan dan kesabaran yang tinggi.” Itulah yang kau butuhkan. Lalu kau akan mengerti tentangNya.

Hentikan keluhan dan rengekanmu. Berhenti berkata, “Aduh, Tuhan mengujiku, Dia memberiku ujian ini. Jika Tuhan itu ada, kenapa Dia memberiku masalah-masalah ini?” Tidak seharusnya kau bersikap seperti itu. Tuhan telah mengatakan kepada kita, “Aku menciptakan kebaikan dan keburukan agar kau melihatnya dan menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Kebaikan adalah untukmu dan keburukan adalah musuhmu. Jadi ketika keburukan mendekatimu, tinggalkan ia dibelakang dan panjatlah.”

Ketika masalah selanjutnya muncul, panjatlah lebih tinggi. Kau harus menghadapi masalah-masalah ini agar kau menjadi lebih arif. Jika kau tetap menyalahkan Tuhan dan mengeluh tentang kehidupanmu, kau akan menyerah dihadapan Tuhan daripada berjalan menujuNya. Kau harus mengerti akan hal ini. Ini adalah sikap keimanan. Kau harus menjaga agar tetap sabar dan tawakal dalam berjalan menujuNya. Manusia yang berhasil memanjat seluruh langkah akan menjadi manusia yang sempurna.

Catatan:

1)Ini adalah referensi dari 99 nama Tuhan dalam Islam, nama seperti Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Untuk memanjat adalah menerapkan sifat-sifat dari nama tersebut.

Oleh: M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Diterjemahkan oleh: Dimas Tandayu

Bagaimana meraih Lezat-Nya Qiyamul lail (Shalat Tahajud) .....


...Dengan qiyamul-lail, Allah akan memberi kekuatan. Dengan qiyamul-lail, Allah mengabulkan doa. Dengan qiyamul-lail, dapat menghapus keburukan, mencegah dosa dan menangkal penyakit. Dengan qiyamul-lail, dapat semakin mendekatkan kepada Allah. Dengan qiyamul-lail, Allah akan menggolongkan dalam ibaadurrahman. Dengan qiyamul-lail, Allah akan mengangkat ke tempat yang terpuji. Dengan qiyamul-lail, Allah akan memasukkan ke surga-Nya...

Dari Jabir r.a., ia barkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat yang seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan memberikannya (mengabulkannya); dan itu setiap malam.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Qiyamul-lail adalah sarana berkomunikasi seorang hamba dengan Rabbnya. Sang hamba merasa lezat di kala munajat dengan Penciptanya. Ia berdoa, beristighfar, bertasbih, dan memuji Sang Pencipta. Dan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sesuai dengan janjinya, akan mencintai hamba yang mendekat kepadanya. Kalau Allah swt. mencintai seorang hamba, maka Ia akan mempermudah semua aspek kehidupan hambaNya. Dan memberi berkah atas semua aktivitas sang hamba, baik aktivitas di bidang dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Sang hamba akan dekat dengan Rabbnya, diampuni dosanya, dihormati oleh sesama, dan menjadi penghuni surga yang disediakan untuknya.

Seorang muslim yang kontinu mengerjakan qiyamullail, pasti dicintai dan dekat dengan Allah swt. Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan kepada kita, “Lazimkan dirimu untuk shalat malam karena hal itu tradisi orang-orang shalih sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit, dan pencegah dari dosa.” (HR. Ahmad)

Jika Anda ingin mendapat kemuliaan di sisi Allah dan di mata manusia, amalkanlah qiyamul-lail secara kontinu. Dari Sahal bin Sa’ad r.a., ia berkata, “Malaikat Jibril a.s. datang kepada Nabi saw. lalu berkata, ‘Wahai Muhamad, hiduplah sebebas-bebasnya, akhirnya pun kamu akan mati. Berbuatlah semaumu, pasti akan dapat balasan. Cintailah orang yang engkau mau, pasti kamu akan berpisah. Kemuliaan orang mukmin dapat diraih dengan melakukan shalat malam, dan harga dirinya dapat ditemukan dengan tidak minta tolong orang lain.’”

Orang yang shalat kala orang lain lelap tertidur, diganjar dengan masuk surga. Kabar ini sampai kepada kita dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abdullah bin Salam dari Nabi saw., beliau bersabda, “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, dan shalat malamlah pada waktu orang-orang tidur, kalian akan masuk surga dengan selamat.”

Seorang tabi’in berkata, “Sungguh jika tiada sepertiga malam terakhir, aku tidak betah hidup di dunia ini”. Mereka benar-benar mereguk kenikmatan tiada tara saat berkhalwat dengan Tuhannya. Namun mengapa kita belum bisa merasakannya?

Berbagai keutamaan qiyamul-lail sudah kita baca atau kita dengar dari para ulama. Kita pun sudah beberapa kali mencoba melaksanakannya, dengan mujahadah (kesungguhan) melawan kantuk dan dinginnya malam. Namun, berkali-kali juga kita mengalami futur (lalai), tidak dapat lagi melaksanakan qiyamul-lail.

Maklumat dan pemahaman perihal keutamaan Qiyamul-Lail sudah sama-sama mafhum. Jika belum silakan googling saja dengan keyword “qiyamul lail”, atau mampir toko buku maka akan kita jumpai puluhan buku tentang keutamaan qiyamul-lail. Namun mengapa demikian berat untuk taf’il (melaksanakan) Qiyamul Lail tersebut?

Menurut saya, sebabnya adalah karena kita belum dapat menikmatinya. Sehingga pikiran bawah sadar kita masih merasakan bahwa qiyamul-lail itu beban yang berat.

Waktu sepertiga malam, saat dimana bumi mengeluarkan gelombang kekhusyu’an (alfa), sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan” (Al-Muzammil 6). Seharusnya, saat-saat inilah dzikir dan bacaan Al-Quran kita lebih berkesan, hati lebih mudah bergetar ketika Asma Allah disebut. Jiwa kita lebih bening sebening embun pagi di dedaunan. Air mata lebih mudah meleleh bahkan tertumpah dan tak kuasa kita hentikan. Hati menjadi halus dan lembut, sehingga hijab kita dengan Allah semakin transparan. Pendeknya inilah surga dunia yang telah dinikmati oleh para sahabat, tabi’in dan salafus saleh. Maukah kita memperolehnya?

Mengapa kita belum bisa menikmati Qiyamul Lail? Mungkin karena kita kurang “Mujahadah” (memaksakan diri). Ya, betul… Namun bukan itu maksud saya. Bisa jadi pada waktu-waktu yang lalu kita sudah mujahadah, namun lagi-lagi giliran futur itu datang.

Kita sulit qiyamul-lail dan hati kita mati karena kita masih melakukan banyak maksiat dan dosa. Bukankah maksiat dan dosa akan menimbulkan noktah hitam di hati hingga hati kita menjadi kasat dan mati. Doa yang kita panjatkan tidak di istijabah oleh Allah SWT. Ya, betul sekali, sangat tepat…! Tapi saya ingin berangkat dari perspektif lain.

Perspektif lain itu adalah, kita tidak dapat menikmati qiyamul-lail, dan masih banyak melakukan maksiat adalah karena “kita belum mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah SWT”. Hati kita masih diisi oleh selain Allah, masih jauh dari Allah.

Mari pertama-tama kita niatkan dan azzamkan diri kita bahwa kita sangat ingin untuk taqarrub mendekatkan diri kepada-Nya.

Dari Abu Hurairah RA disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah bersabda, ‘Aku menuruti prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Kalau ia mengingat-Ku dalam hati, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Kalau ia mengingat-Ku di tengah kerumunan orang, Aku pun akan mengingatnya di tengah kerumunan yang lebih baik daripada mereka. Kalau ia mendekat diri kepada-Ku sejengkal, Aku pun mendekatkan Diri kepadanya sehasta. Kalau ia mendekatkan diri pada-Ku sehasta. Aku pun akan mendekatkan Diri padanya sedepa. Jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil”.

Waktu-waktu di keseharian kita, masih sunyi dari dzikir kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang duduk dalam suatu tempat, lalu di situ ia tak berdzikir kepada Allah, maka kelak ia akan mendapat kerugian dan penyesalan” (HR Abu Dawud). Dalam keseharian kita, di ketika mandi, di perjalanan kantor, istirahat, hati dan pikiran kita tidak dzikir kepada Allah dan lantas diisi oleh selainnya. Bahkan! bangun tidur kita lupa berdoa, masuk dan keluar kamar mandi lupa berdzikir, selesai makan lupa memuji dan berterima kasih kepada-Nya. Astaghfirullah… beristighfarlah berulang kali saudaraku. Rasakanlah penyesalan dan biarkan air matamu meleleh…

Mulai detik ini isilah setiap relung hati dan celah pikiran dengan dzikir kepada Allah. Di setiap waktu dalam 24 jam hidup kita isilah dengan dzikir. Jika kita melakukannya, bahkan dalam tidur pun kita tetap bermimpi berdzikir dan bershalawat. Banyak dzikir-dzikir singkat, seperti dua kalimat yang paling berat di sisi Allah, yaitu, “SubhanaLlahi wabihamdihi… SubhanaLlahil-azhiem…”. Atau dengan beristighfar, “Astaghfirullah… astaghfirullah…”, bertasbih, “Subahanallahi… subhanallahi”. Bahkan cukup dengan menyebut asma Allah, “Allah… Allah… atau Yaa Allah.. Ya Allah”. Lakukanlah di manapun, dan kapan pun, bahkan multitasking sambil melakukan pekerjaan-pekerjaan sehari-hari. Jika ada waktu senggang, dzikir yang paling utama adalah Al-Quran. Membaca Al-Quran, mentadabburinya, menghafalnya, mengulang hafalan atau bahkan sekadar mendengarkan kaset murattal Al-Qur’an sambil kita mengendarai kendaraan.

Dzikir ini akan mengikis dosa dan kotoran jiwa, seperti mengikis karat hingga kemilau emas muncul kembali. Dengan sendirinya, dzikir akan mencegah kita berbuat dosa dan maksiat lagi. Ketika kita akan berbuat sesuatu yang dilarang Allah, hati yang telah dipenuhi Asma Allah akan otomatis menolaknya.

Dzikir akan semakin menghaluskan hati kita. Semakin memudahkan kita menangis dalam berbagai kondisi. Semakin memahami hakikat dan semakin ma’rifat kepada Allah. Suatu ketika ada sekelompok sahabat yang telah mengalami kehausan karena kehabisan minuman dalam perjalanan safar berhari-hari. Ketika mereka menemukan sebuah sumber air, segera mereka minum dan membasahi muka sepuas-puasnya. Namun ada seorang sahabat yang justru ketika ia akan mengambil air ia menangis sesenggukan. Sahabat lain pun bertanya, “Mengapa engkau menangis padahal Allah memberikanmu minuman pada saat kehausan?”.

Sahabat tersebut berkata, “Ketika aku membaca doa “Allahumma bariklana fii maa razaqtana waqina adzabannaar”, terbayang olehku penduduk neraka yang lebih haus dariku namun diharamkan padanya meminum air sedikit pun. Firman Allah: “Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: “Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah direzekikan Allah kepadamu”. Mereka (penghuni surga) menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir, (Al-A’raaf: 50). Subhanallah, sahabat tersebut mampu menangkap hakikat kalimat “waqina adzabannar” dalam doa mau makan dan minum, karena ia selalu berdzikir mengingat Allah.

Jika dalam setiap tarikan nafas kita selalu berdzikir, dalam setiap langkah kita diikuti dengan dzikir, maka akan muncul banyak keajaiban dalam hidup kita. Allah akan mengaruniai limpahan kenikmatan yang menisbikan kenikmatan dunia. Barulah kita bisa memahami kisah dalam hadits berikut :

Diriwayatkan bahwa Haritsah RA berkata kepada Rasulullah SAW, “Pagi ini, saya menjadi mukmin yang sebenarnya”. Beliau berkata kepadanya, “Seorang Mukmin yang benar itu memiliki hakikat. Lantas apa hakikat dari keimananmu?” Ia menjawab, “Saya jauhkan diriku dari dunia, hingga di mataku BATU dan PERMATA terlihat sama….”

Subhanallah… batu dan permata terlihat sama. Espass dan Alphard terlihat sama!

Kita lanjutkan haditsnya:

“… Saya seakan-akan melihat singgasana Tuhanku tampak nyata. Saya seakan-akan melihat penduduk surga bersenang-senang di dalam surga dan penduduk neraka disiksa di dalam neraka.” Beliau SAW berkata, “Hai Haritsah, kamu telah mengetahuinya. Karena itu, istiqomahlah”. Inilah mungkin yang dalam tasawuf disebut “Kasyaf”.

Saudaraku, mari hidupkan hati, lembutkan jiwa dengan selalu berdzikir kepada Allah SWT. Barulah kita bisa menikmati indahnya dan nikmatnya Qiyamul Lail. Berikutnya kita akan merasakan berbagai kenikmatan spiritual dan ayat-ayat keajaiban Allah dalam hidup kita.

Mari penuhi hidup kita dengan dzikir, dan perhatikan apa yang akan terjadi. []



Merataplah karena ratapanmu dapat

berbuat banyak hal

Bertahajudlah, karenanya seratus bahaya

Terhindarkan

Hapuslah amarah Allah dengan cintamu

Setetes air mata cintamu padaNya

Mampu memadamkan api nerakaNya..

Bangunlah di malam hari wahai hamba Allah,

Karena para kekasih Allah membisikan rahasia

Mereka di penghujung malam

Bangunlah wahai hamba Allah…

Sucikan diri, dan hadapkan wajahmu kepadaNya

Di penghujung malam

Di tengah sunyinya dunia

Ketika yang lain masih lelap dengan mimpi dan harapannya

Bertahajudlah wahai hamba Allah

Ia menantimu dengan Cinta…

Menanti untaian harapanmu untuk di penuhi

Menanti ungkapan hatimu untuk di hiburNya

Menanti lantunan tobatmu untuk di ampuni

Tidak kah kalian ingin menjadi salah satu kekasihNya ?

Tidak kah kalian ingin menatap wajahNya kelak ?

Bangunlah wahai hamba Allah….

Ketika semua pintu tertutup rapat di malam hari…

Hanya pintuNya yang terbuka lebar untuk kau masuki

Tidak kah kau dengar panggilan lembutNya…

Yang menyapamu untuk datang dan bermunajat padaNya ?

Jangan lalai, wahai hamba Allah…

Bangunlah segera untuk datang padaNya

Di penghujung malam, ketika yang lain enggan hadir

dan memilih tetap terlelap dalam mimpi indahnya…

Jangan lalai, wahai hamba Allah….

Bagaimana mungkin kita mengabaikan tawaranNya…

Bagaimana mungkin kita melewatkan kesempatan indah

Untuk dapat bermesraan denganNya…

Ketika semua doa, harapan, dan tobat …

Di janjikan untuk di penuhi olehNya

Ayam – ayam berkokok di pagi buta

Hanya untuk bermunajat padaNya…

Bangunlah wahai hamba Allah…

Munajatmu di nanti olehNya…

Mereka yang hadir di penghujung malam

Sibuk bermunajat kepada Tuhannya…

Tidak kah kau dengar panggilan lembutNya

Ia turun ke langit dunia, hanya untuk menantikan

Kehadiran hamba – hambaNya…

Bangkitlah dari tidurmu, wahai hamba Allah

Jadilah para pencintaNya…

Pabila kau cuci hatimu dengan air mata tulusmu

Niscaya para malaikat akan turut membersihkan hatimu

Robeklah keheningan malam dengan ratapan hati

Carilah jalan menuju padaNya dengan munajatmu

Doamu kan di ijabah

Pintamu kan di kabulkan

Taubat mu pun kan di terima

Bangunlah wahai hamba Allah…

Gapailah keberkahanNya dengan bangun di penghujung malam

Balaslah sapa lembutnya dengan munajatmu

Qiyamul lail lah…. Wahai hamba Allah

Tenggelamkan dirimu dalam kekhusyu’an bermesraan denganNya

Hingga dapat kau dengar sapa lembutNya…

“ Ya Allah, akal, hati dan jiwaku telah kuhadapkan padaMu, akal yang penuh keyakinan terhadapMu, hati yang penuh dengan keimanan padaMu, serta jiwa yang senantiasa mencintaiMu. Ku bergantung padaMu untuk setiap langkah yang kubuat. Aku hanyalah hamba yang tak memiliki kemampuan apapun bila tanpa kuasaMu. Sholatku, hidupku dan matiku, ku akui hanya Egkaulah Tuhanku. Ku bersaksi hingga akhir nanti hanya Engkaulah Tuhanku, dan hanya Engkaulah tempatku menyembah. Tuntun aku ya Allah, agar senantiasa mampu selalu mensyukuri nikmatMu. Agar dapat selalu memperbaiki ibadah – ibadah kepadaMu. Agar aku pulang kepadaMu kelak dalam keadaan KAU cintai.”

Shalat dalam Cinta.....


“Beribadahlah seakan-akan engkau melihat Dia. Jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia tetap melihat engkau — Hadis Qudsi

Suatu sore, seorang murid sedang salat, tapi tak sengaja seorang wanita sembari tersedu-sedu melintas di depan sajadahnya. Perilaku itu benar-benar mengganggu konsentrasi salat sang murid. Selepas salat, dia segera menghampiri wanita tadi. Ketika sang murid mendekatinya, wanita itu masih terus terisak-isak, air matanya berlelehan.
Sang murid lalu berkata, “Apakah Anda tidak tahu ada orang salat. Mengapa Anda melintas begitu saja?”

“Apakah Anda mau mendengar cerita saya?” balas wanita tadi yang terus mengendalikan sesenggukan.

“Baiklah, berceritalah,” balas sang murid.

“Suami saya yang paling aku cintai dan kasihi, ternyata dengan mudah menceraikanku,” kata wanita tadi sembari terus disela sesenggukan. Sang murid hanya bisa terus menunggu.

“Saking cinta dan sayangnya saya kepada suami saya, saya tidak bisa lagi melihat Anda sedang salat,” lanjut wanita tadi.

“Lalu bagaimana dengan Anda yang menjalankan salat karena cinta dan kasih sayang kepada Allah Swt? Kenapa Anda masih bisa melihat saya?”

Sang murid hanya bisa tertegun mendengar penjelasan wanita itu. Ada yang salah dengan dirinya?

Hakikat-Nya.....

Ketahuilah saudaraku, nafsumu seringkali membuat dirimu mengira bahwa shalatmu sudah setara dengan para ahlullah (ahli Allah) dan para wali Allah. Padahal keduanya jauh sekali berbeda. Aku petikkan sebuah hadist Rasul : “Dua orang dari umatku mengerjakan shalat. Rukuk dan sujud mereka sama. Namun di antara shalat kedua orang itu ada perbedaaan sejarak langit dan bumi (Bihar Al Anwar, jil 81 hal 249, Kitab ash-Shalah, bab 38, hadist no 41)

Lalu shalat seperti apa yang dapat mencegah dari segala perbuatan dosa dan keji? Salat macam apakah yang bisa mengantarkan seseorang memiliki kekebalan menangkal segala bentuk kemaksiatan, kemungkaran dan kekejian? Apakah seperti salatnya si murid tadi atau seperti shalat para wali Allah ? Saudaraku, perbedaan shalat antara Nabi dan orang lain terletak pada kesempurnaan eksistensial, bukan pada pokok penyempurnaan shalat. Bagi mereka, setiap kali maqam makrifatnya naik, maka rasa hina dihadapan-Nya akan semakin besar. Bukankah “sampai kepada Allah” merupakan safar yang hanya bisa dicapai dengan mengendarai malam ?

Berbahagialah orang yang mengiklaskan penghambaan dan doa kepada Allah. Ia tidak menyibukkan hatinya dengan sesuatu yang dilihat kedua matanya, tidak melupakan zikir kepada Allah karena sesuatu yang didengar oleh telinganya, dan tidak menyempitkan dadanya karena sesuatu yang diberikan kepada orang lain. Berbahagialah mereka yang merdeka dari semua yang memalingkan, karena cintanya kepada Allah.

Ruh dan kesempurnaan ibadat terletak pada kehadiran dan penghadapan hati, karena Hadirat Al-Ahadiyyah (Allah) tidak menerima ibadat tanpa itu. Limpahan kelembutan ibadah dan kasih tidak akan menyirami ibadat tanpa kehadiran hati tersebut. bahkan ibadat semacam itu jauh terhempas dari tingkatan diakui.

Dalam bukunya “Shalat Ahli Makrifat”, Imam khomeini membagi mereka yang shalat ke dalam tahapan sebagai berikut :

1. Mereka yang hanya mengenal shalat berupa kult dan bentuk lahir, tetapi mereka memahami konsep-konsep umum tentang dzikir, doa dan bacaan

2. Mereka yang memahami dengan pijakan logis hakikat-hakikat ibadat, dzikir dan bacaan

3. Mereka yang menuliskan hakikat-hakikat yang mereka pahami berdasarkan pemikiran dan akal di lembaran hati dengan pena akal, sehingga hati pun mengenal dan mengimani hakikat-hakikat tersebut.

4. Mereka memahami hakikat-hakikat itu dengan mata malakut dan pandangan batin Ilahi - sebagai kesaksian kehadiran (musyahadah hudhurriyyah) dan kehadiran diri (hudhur’aini). Selain itu mereka telah mengantarkan hakikat-hakikat ini ke tingkat hati sampai ke maqam mantap yang sempurna.

Ah, Semoga kita dikaruniai Allah untuk memiliki arbab al-qulub (pemilik hati yang suci) untuk dapat beribadah shalat seperti mereka, para wali Allah. Amin.

Permusuhan Abadi antara Dua Makhluk-Nya...(dan Benteng-Nya Anak Adam adalah Kehakikian Ikhlas...)


Bismillahirahmannirahim....
Allahumma ShaLi 'Ala Sayyidina Muhammad, Wa 'Ala Ali Sayyidina Muhammad....

Sahabatku, iblis selalu membisikan permusuhan dengan manusia, sebagaimana proklamasi permusuhan setan dengan adam as.

Ketika adam as. turun ke bumi, maka iblis berkata “Tuhan, bukankah telah saya katakan bahwa adam akan menentang perintahmu menjauhi pohon khuldi, serta mematuhiku. Siapa yang mematuhi sesuatu berarti ia menjadi hambanya. Dan aku telah menang atasnya.

Kemudian Allah berkata, “Lalu apa yang kau mau ?”

Iblis menjawab, “Kuasakan aku atasnya”

Allah berkata, “pergilah! Aku telah menguasakanmu atasnya. Tuntutlah apa yang kau inginkan darinya! “

Iblis menjawab, “karena Engkau telah memberi kuasa kepadaku, maka dengan kekuasanMu, aku akan menyesatkannya berikut semua keturunannya.”

Allah berkata, “Di antara mereka ada para hamba yang ikhlas yang kamu tidak mempunyai kuasa atas mereka. Kamu hanya berkuasa atas orang-orang sesat yang mengikutimu.”

Iblis terlaknat itu kemudian berkata, “Kecuali para hambamu yang ikhlas”. Ia pun menyetujui dengan pengecualian yang sudah dikecualikan Allah swt. Iblis kemudian berkata, “Tuhan, karena Engkau telah menguasakan aku atas Adam dan memberi apa yang aku minta, maka tambahkan kekuatan kepadaku ! “ Mohon iblis.

Allah berkata, “Engkau bisa mengalir dalam darahnya”

“Aku pasti akan kalah kalau dia mengingatmu”, kata iblis lagi.

Allah berkata, “Aku telah memberinya sifat lupa, alpa dan lalai”

“Dia akan mengalahkanku dengan keturunannya yang banyak”, timpal iblis lagi

“Kalau dia beranak, kamu juga akan mempunyai anak”, begitu kata Allah.

“Dia akan mengalahkanku dengan kekuatan yang ada pada dirinya”

“Allah berkata “Kerahkan pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki untuk menghadapi mereka. Lalu berserikatlah dengan mereka dalam hal harta dan anak-anak, serta beri mereka janji bahwa tidak ada surga dan neraka.”

Iblis menjawab, “Engkau telah memenuhi keinginanku. Oleh karenanya aku akan mendatangi mereka dari arah depan (yang dari arah ini aku buat dunia memperdaya mereka), lalu dari arah belakang (yang dari arah ini aku menipu mereka agar berbuat dosa), dari arah kanan (yang dari arah ini aku buat mereka lalai), serta dari arah kiri (yang dari arah ini aku buat mereka menangguhkan taubat).”

Adam kemudian berkata, “Engkau telah memberi peluang kepada musuhMu untuk menguasaiku dan mendukungnya dengan kekuatanMu. Lalu bagaimana aku bisa melawannya ?” Tanya Adam suatu ketika.

“Kulindungi engkau dengan malaikat-Ku”, jawab Allah “Tambahkan kekuatan lain untukku !”, Kata Adam. “Aku tidak akan menghukummu jika engkau alpa dan lupa” “Tambahkan karuniamu lagi !” “Aku tidak akan menuliskan dosa atas niat burukmu”. “Tambahkan lagi, Tuhan !” “Allah menjawab permintaan Adam, “Jika kamu tidak jadi melakukan niat burukmu, Aku tulis niat buruk yang tidak jadi itu sebagai suatu kebaikan”

“Tambahkan lagi, untukku !” “Aku akan menuliskan pahala untukmu atas niat baikmu”, kata Allah

“Tambahkan lagi, Tuhan !” “”Jika kamu mengerjakan niat baik tersebut, kebaikan itu akan ditulis sebanyak sepuluh kali lipat”. “Tambahkan lagi, ya Allah !” “”Aku akan menambahnya hingga tujuh ratus kali lipat”, begitu Allah memenuhi permintaan Adam. “Tambahkan lagi”, kata Adam belum puas. “Hingga berkali-kali lipat”, Tuhan memenuhi.

“Tambahkan lagi, Tuhan !”. “Rahmat-Ku mendahului murka-Ku”, begitu kata Tuhan”

“Tuhan, dia mengalahkanku dengan tentara dan pasukan berkudanya”

“Setiap kali kamu melahirkan seorang anak, Aku pasti mengutus malaikat untuk menjaganya”, jawab Allah (QS Al-Ra’d [13]:11)

“Tambahkan lagi, Tuhan !”

“Pintu tobat terbuka untukmu jika kamu mau bertobat, yang juga terbuka bagi keturunanmu yang bertobat setahun sebelum meninggal”. “Tambahkan lagi, Tuhan !” “Pintu tobat terbuka bagi keturunanmu yang bertobat sebulan sebelum meninggal” “Tambahkan lagi, Tuhan !” “Pintu tobat terbuka bagi keturunanmu yang bertobat sejam sebelum meninggal” “Tambahkan lagi, Tuhan !” “Pintu tobat terbuka bagi keturunanmu yang bertobat selama ajal belum sampai kerongkongan”

“Tambahkan lagi, Tuhan !” “Aku turunkan untukmu kitab suci-Ku”

“Tambahkan lagi, Tuhan !” “Aku kirim untukmu para rasul-Ku”

“Tambahkan lagi, Tuhan !” “Aku perkuat kamu dengan kebenaran yang selama kamu berpegang kepadanya, iblis tidak akan mengalahkanmu. “

“Tambahkan lagi, Tuhan !” “Aku ajarkan kepadamu tentang firmanKu”

“Tambahkan lagi, Tuhan !” “Aku jadikan adzan sebagai warisan bagi anak keturunanmu”

“Tambahkan lagi, Tuhan !” “Aku jadikan mesjid yang di tempat itu engkau bisa mengunjungiku”

“Tambahkan lagi, Tuhan !” “Aku jadikan dzikir mengingatku sebagai minuman untukmu”

“Lalu apa yang menjadi prajuritku ?”

“Segala yang melingkari pimpinan mereka. Pimpinan mereka adalah akal”. “Akal adalah raja. Ia memiliki kekuasaan berupa makrifat. Pemimpinnya berupa akal. Sumbernya adalah otak. Tempatnya berada di shadr (dada), dan kekuasaanya berada di seluruh tubuh. Ia memiliki seratus pembantu yang mempunyai tugas masing-masing.”

Iblis kemudian berkata “Engkau telah menguasakan ku atas adam setelah sebelumnya Engkau membuatku terhina dan terusir di hadapannya. Semua yang didapat Adam itu juga setelah engkau lepaskan pakaian kemuliaan dariku dan busana malaikatku. Engkau juga telah memberinya perangkat perang lengkap dengan pasukannya. Engkau membelanya, menguatkannya, serta mengobarkan perang antara diriku dan dirinya. Kelau demikian, apa yang menjadi perangkat dan prajuritku ?” Begitu Iblis mulai berargumen.

“Apa yang kau mau ?” Tanya Allah.

“Engkau memberinya kitab suci, lalu apa kitabku ?” Tuntut Iblis. “Kitabmu adalah tato”, jawab Allah.

“Lalu, apa rasul untukku ?” “Para dukun”, jawab Allah. “Apa bahan pembicaraanku ?”Allah menjawab, “Kebohongan”. “Apa Al Quranku ?” Allah menjawab,“Syair”. “Apa perangkat penyeruku ?” Allah menjawab,“Seruling”. “Apa masjidku ?” Allah menjawab,“Pasar”. “Apa rumahku ?”Allah menjawab, “Kamar kecil dan gereja”. “Apa makananku ?” Allah menjawab,“Semua makanan yang tidak disebut namaku”. “Apa minumanku ?” Allah menjawab,“Segala yang memabukkan”. “Apa perangkapku ?” Allah menjawab,“Wanita”. “Engkau berikan prajurit kepada Adam. Lalu, apa prajuritku ?”, protes iblis. “Segala sesuatu yang menyebabkan segala perangai buruk dan hawa nafsu dapat menguasai adam.

Dengan semua itu, mahluk terlaknat itu pun merasa puas.

Nah sahabatku, lihatlah pada cerita yang di paparkan di atas. Setan menyerang kita dari depan, belakang, kiri dan kanan... Hanya dengan keikhlasan yg tulus kepada Allah, mereka tak berdaya terhadap kita semua....

Ikhlas, tidaklah sesederhana yang didefinisikan oleh orang awam. Ikhlas memiliki tingkatan-tingkatan yang harus kita daki. Bahkan terdapat suatu keiklasan yang sangat sulit untuk dicapai. Hanya orang-orang yang dibantu Allah saja yang dapat mencapainya. Sebagaimana Abu Ya’qub as-Susy mengatakan, “Apabila mereka melihat keikhlasan dalam keikhlasannya, maka keikhlasan mereka itu memerlukan keikhlasan lagi.” Cacat keikhlasan dari masing-masing orang yang ikhlas adalah penglihatannya akan keikhlasannya itu. Jika Allah menghendaki untuk memurnikan keikhlasannya, maka Dia akan menggugurkan keikhlasannya dengan cara tidak memandang keikhlasannya sendiri, dan jadilah ia sebagai orang yang diikhlaskan Allah swt. (Mukhlas), bukannya berikhlas (Mukhlish)

Teladanilah orang-orang yang ikhlas, sahabatku, karena sebagian orang arif berkata, “Tidak seorangpun hamba yang ikhlash selama empat puluh hari, kecuali akan mendapatkan sumber hikmah memancar dari hati pada lisannya.

Suatu hari, beberapa waliyullah melihat Rabi’ah menyusuri jalan denga api di tangan kirinya dan air di tangan kanannya. “Perempuan surga, ke mana engkau akan pergi dan apa maksud perbuatanmu ini ?”

Rabi’ah menjawab, “Aku akan membakar surga dan menyiramkan air ke dalam api neraka, sehingga kedua hijab itu bisa terangkat dari mereka yang mencari-Nya, agar mereka ikhlas dalam menjaga hati. Hamba Allah akan belajar untuk melihat-Nya tanpa harapan akan pahala atau takut akan siksa. Sebagaimana yang terjadi sekarang, jika engkau menarik harapan akan pahala atau takut akan siksa, niscaya tak akan ada seorang pun yang beribadah atau taat. [Di kutip dari Syams Al-Din Ahmad aflaki, Manaqib Al-Arifin (Kebijakan-kebijakan orang-orang arif), Vol 1 (Teheran : Dunya-i Kitab 1983), h. 396]

Nah sahabatku, lihatlah pada cerita yang di paparkan di atas...

seorang legenda ahli-Allah, Rabi’ah Al-Adawiyah (w. 185H / 801 M) atau sering juga dipanggil Rabi’ah Al-Bashrah telah mengajarkan kita makna ikhlas yang lebih dalam. Ikhlas tidak lagi hanya didefinisikan hanya sebagai : menjadikan Allah swt. sebagai satu-satunya sesembahan, dan menjadi tujuan semua amal. Ikhlas tidak lagi hanya didefinisikan sebagai : mensucikan amal perbuatan dari campur tangan sesama mahluk.

Rupanya definisi ikhlas dari Rabi’ah adalah definisi yang diceritakan oleh malaikat jibril, ketika Nabi Muhammad saw. Bertanya, apa itu ikhlash : “Aku bertanya kepada Jibril as. Tentang ikhlas, apakah ikhlas itu ? Lalu Jibril berkata : ‘Aku bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah sebenarnya ?’ Allah swt. menjawab , ‘Suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang kucintai.” (H.r. Al-Qazwini meriwayatkan dari Hudzaifah)

Sahabatku, semoga kita dapat menjadi orang yang ikhlas (mukhlish), karena hanya seorang mukhlish yang bisa mendefinisikan riya. Sebagaimana definisi Al-Junayd tentang ikhlas : “Keikhlasan adalah rahasia antara Allah dengan si hamba. Bahkan malaikat pencatat tidak mengetahui sedikitpun mengenainya untuk dapat dituliskannya, setan tidak mengetahuinya hingga tidak dapat merusaknya, nafsu pun tidak menyadarinya sehingga ia tidak mampu mempengaruhinya.”

Nah, Sahabatku, Rabi’ah telah membukakan salah satu sisi pintu kerahasiaan ikhlas. Ikhlas terjadi manakala kita mengeluarkan (tidak berkompromi dengan) mahluk dalam bermuamalah dengan Allah. Dengan demikian kita tidak lagi memperdulikan surga (mahluk), maupun neraka (mahluk) dalam beribadah. Yang kita inginkan dari ibadah kita adalah Pemilik surga dan neraka. Sebagaimana seseorang yang benar-benar mencintai kekasihnya, maka ia pun akan bersabar terhadap ketentuan kekasihnya, dan ia tidak akan memperdulikan harta kekayaan dan jabatan yang dimiliki sang kekasihnya. Yang diinginkannya hanyalah kekasihnya saja. Itu cukup baginya....

Nah sekarang, jika surga dan neraka tak pernah ada, masih maukah kita beribadah kepada-Nya dengan ikhlas... ?


Semoga bermanfaat....