Bismillaahirahmaanirahiim...
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabbarakaatuh...
Ikhwah fillah...
Saya baru saja membaca sebuah cerita yang sangat mengguncangkan hati saya. Dan saya ingin membagikan cerita ini kepada ikhwah fillah.
Ini adalah penggalan cerita yang saya baca dari sebuah buku yang berjudul "My Dad My Pious Dad, Ayahku, Ayah Yang Soleh" karya Akhi Arsil Ibrahim.
"Suatu sore seperti biasanya Kiyai dan beo itu berjalan keliling pesantren sambil menzikirkan Laa Ilaaha Illallaah. Kiyai mengucapkannya dengan sepenuh khusyuk dalam hati. Sementara si beo mengucapkannya dengan suara keras. Namun tiba-tiba, seekor kucing melompat dari arah pohon jambu. Dengan sekali terkam kepala dan leher burung beo itu sudah terkulai diterkam taringnya . Si beo yang tadinya sedang berulang-ulang mengucapkan Laa Illaha Illallaah, tiba-tiba menjerit kuat dan mengeluarkan suara aslinya dengan penuh ketakutan.
"Keook..keook..keook...!"
Bagai tidak mempedulikan apapun kata si beo, kucing besar itu terus lari dengan leher beo tergigit ketat pada mulutnya. Hanya ketakutan si beo yang semakin jauh kian lirih terdengar, "Keook..keook..keook...!"
Melihat kejadian itu Kiyai terpegun dan pucat. Tiba-tiba tubuhnya rubuh dan pingsan. Para santri segera mengusung Kiyai kembali ke rumahnya. Setelah diberikan kolonye wangi Kiyai pun sadar dari pingsannya. Namun beliau malah menangis dengan tangisan yang sungguh menyayat hati.
"Janganlah terlalu sedih Kiyai. Nanti kita carikan burung beo yang lain. Insya Allah di pasar ada banyak burung beo yang jauh lebih baik. Nanti biar kami yang mengajarkannya mengucapkan "Laa Illaaha Illallaah, atau Subhanallah, atau Allahu Akbar", hibur para santrinya.
Sang Kiyai masih terus menangis bahkan dengan rintihan yang lebih menyayat. Setelah berhasil menguasai perasaannya, iapun berkata kepada para santrinya.
"Jika kalian menyangka bahwa aku bersedih karena kehilangan seekor burung beo, maka kalian sungguh keliru! Justru aku sedih karena menyaksikan betapa beo yang fasih dan tidak putus-putusnya mengucapkan Laa Illaaha Illallaah hanya bisa terkeok-keok ketika kucing menerkam lehernya. Aku khawatir kita ini setiap hari melatih diri dengan mengucapkan kalimat tersebut sebanyak-banyaknya. Namun ketika malaikat maut kelak "menerkam" kita, akankah kita masih bisa mengucapkan Laa Illaaha Illallaah, atau malah terkeok-keok seperti beo itu.
Mendengar ucapak Kiyai kini malah seluruh santri yang mengangis. Mereka semua ketakutan jika tidak dapat mengucapkan Laa Illaaha Illallaah ketika maut menjemput. Padahal kalimat itu sajalah yang akan menjamin keselamatan seseorang dari azab kubur dan dari api neraka, untuk kemudian masuk ke dalam syurga.
Ikhwah fillah....sudah sejauh manakah tertanam Laa Ilaaha Illallaah dalam hati kita? Sudah merasa cukupkah kita dengan membacanya seratus kali sehabis shalat Maghrib dan Subuh dengan cepat dan tergesa-gesa bagai motor yang sedang balapan. Hanya tiga pertamanya saja yang kita ucapkan dengan betul dan perlahan. Setelah itu pada ucapan ke empat dan seterusnya kita membacanya dengan ngebut tanpa mempedulikan lagi kefasihannya, makhrajnya apa lagi makna dan hikmahnya.
Ingatlah, jika huruf pertama 'Laa' dibaca dengan cepat dan pendek (hanya satu harakat) maka makna bacaan kita menjadi terbalik 180 derajat. Sebab 'La' yang satu harakat adalah 'Laam Tawkid' (Laam penguat makna) yang membawa arti : Sungguh memang ada Tuhan selain Allah! Bukankah dengan demikian kita malah mengukuhkan kemusyrikan dalam arti dan bukan ketauhidan kepada Allah SWT.
Huruf 'Laa' dalam kalimat Laa Illaaha Illallaah mestinya dibaca panjang minimal dua harakat. Sebab 'Laa' yang dimaksudkan di sini adalah 'Laa' an-Nafiyah' (Laa yang menafikan). Sehingga benarlah maknanya menjadi "Tidak ada Tuhan Selain Allah."
Belum lagi kalau kita hayati maknanya. Laa Illaha Ilallaah adalah ikrar setiap Nabi dari mulai Adam alaihissalam hingga Muhammad shalallahu 'alihi wassalamu yang wajib disampaikan kepada seluruh umat. Agar dengannya umat mengerti dan mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang menciptakan, mengatur alam semesta dan memberi rezeki kepada para hambaNYA.
Cara terbaik membaca kalimat ini adalah dengan perlahan dan khusyuk diwarnai dengan nuansa hati yang ikhlas dan pasrah kepada Allah subhanna huwa ta'ala. Sambil membayangkan jasad kita sendiri yang sedang terbujur kaku di tengah rumah. Atau bacalah dengan membayangkan kita sedang duduk di depan sebuah kuburan.. Pada batu nisan nya terukir tanggal lahir dan tanggal kematian kita sendiri...
Rabbana, Ya Allah
Hanya kehendakMu saja yang dapat menjadikan
Laa Illaha Illallaah
Menghiasi bibir kami saat Izrail tiba.
Maka jadikanlah ia melekat pada jiwa kami sewaktu hidup,
Meringankan kami saat sekarat, menerangi kubur kami setelah mati,
dan melancarkan jalan kami sampai ke syurgaMu.
Alhamdulillahi Rabbil 'Allamiin...
http://medan-dakwah.blogspot.com/
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabbarakaatuh...
Ikhwah fillah...
Saya baru saja membaca sebuah cerita yang sangat mengguncangkan hati saya. Dan saya ingin membagikan cerita ini kepada ikhwah fillah.
Ini adalah penggalan cerita yang saya baca dari sebuah buku yang berjudul "My Dad My Pious Dad, Ayahku, Ayah Yang Soleh" karya Akhi Arsil Ibrahim.
"Suatu sore seperti biasanya Kiyai dan beo itu berjalan keliling pesantren sambil menzikirkan Laa Ilaaha Illallaah. Kiyai mengucapkannya dengan sepenuh khusyuk dalam hati. Sementara si beo mengucapkannya dengan suara keras. Namun tiba-tiba, seekor kucing melompat dari arah pohon jambu. Dengan sekali terkam kepala dan leher burung beo itu sudah terkulai diterkam taringnya . Si beo yang tadinya sedang berulang-ulang mengucapkan Laa Illaha Illallaah, tiba-tiba menjerit kuat dan mengeluarkan suara aslinya dengan penuh ketakutan.
"Keook..keook..keook...!"
Bagai tidak mempedulikan apapun kata si beo, kucing besar itu terus lari dengan leher beo tergigit ketat pada mulutnya. Hanya ketakutan si beo yang semakin jauh kian lirih terdengar, "Keook..keook..keook...!"
Melihat kejadian itu Kiyai terpegun dan pucat. Tiba-tiba tubuhnya rubuh dan pingsan. Para santri segera mengusung Kiyai kembali ke rumahnya. Setelah diberikan kolonye wangi Kiyai pun sadar dari pingsannya. Namun beliau malah menangis dengan tangisan yang sungguh menyayat hati.
"Janganlah terlalu sedih Kiyai. Nanti kita carikan burung beo yang lain. Insya Allah di pasar ada banyak burung beo yang jauh lebih baik. Nanti biar kami yang mengajarkannya mengucapkan "Laa Illaaha Illallaah, atau Subhanallah, atau Allahu Akbar", hibur para santrinya.
Sang Kiyai masih terus menangis bahkan dengan rintihan yang lebih menyayat. Setelah berhasil menguasai perasaannya, iapun berkata kepada para santrinya.
"Jika kalian menyangka bahwa aku bersedih karena kehilangan seekor burung beo, maka kalian sungguh keliru! Justru aku sedih karena menyaksikan betapa beo yang fasih dan tidak putus-putusnya mengucapkan Laa Illaaha Illallaah hanya bisa terkeok-keok ketika kucing menerkam lehernya. Aku khawatir kita ini setiap hari melatih diri dengan mengucapkan kalimat tersebut sebanyak-banyaknya. Namun ketika malaikat maut kelak "menerkam" kita, akankah kita masih bisa mengucapkan Laa Illaaha Illallaah, atau malah terkeok-keok seperti beo itu.
Mendengar ucapak Kiyai kini malah seluruh santri yang mengangis. Mereka semua ketakutan jika tidak dapat mengucapkan Laa Illaaha Illallaah ketika maut menjemput. Padahal kalimat itu sajalah yang akan menjamin keselamatan seseorang dari azab kubur dan dari api neraka, untuk kemudian masuk ke dalam syurga.
Ikhwah fillah....sudah sejauh manakah tertanam Laa Ilaaha Illallaah dalam hati kita? Sudah merasa cukupkah kita dengan membacanya seratus kali sehabis shalat Maghrib dan Subuh dengan cepat dan tergesa-gesa bagai motor yang sedang balapan. Hanya tiga pertamanya saja yang kita ucapkan dengan betul dan perlahan. Setelah itu pada ucapan ke empat dan seterusnya kita membacanya dengan ngebut tanpa mempedulikan lagi kefasihannya, makhrajnya apa lagi makna dan hikmahnya.
Ingatlah, jika huruf pertama 'Laa' dibaca dengan cepat dan pendek (hanya satu harakat) maka makna bacaan kita menjadi terbalik 180 derajat. Sebab 'La' yang satu harakat adalah 'Laam Tawkid' (Laam penguat makna) yang membawa arti : Sungguh memang ada Tuhan selain Allah! Bukankah dengan demikian kita malah mengukuhkan kemusyrikan dalam arti dan bukan ketauhidan kepada Allah SWT.
Huruf 'Laa' dalam kalimat Laa Illaaha Illallaah mestinya dibaca panjang minimal dua harakat. Sebab 'Laa' yang dimaksudkan di sini adalah 'Laa' an-Nafiyah' (Laa yang menafikan). Sehingga benarlah maknanya menjadi "Tidak ada Tuhan Selain Allah."
Belum lagi kalau kita hayati maknanya. Laa Illaha Ilallaah adalah ikrar setiap Nabi dari mulai Adam alaihissalam hingga Muhammad shalallahu 'alihi wassalamu yang wajib disampaikan kepada seluruh umat. Agar dengannya umat mengerti dan mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang menciptakan, mengatur alam semesta dan memberi rezeki kepada para hambaNYA.
Cara terbaik membaca kalimat ini adalah dengan perlahan dan khusyuk diwarnai dengan nuansa hati yang ikhlas dan pasrah kepada Allah subhanna huwa ta'ala. Sambil membayangkan jasad kita sendiri yang sedang terbujur kaku di tengah rumah. Atau bacalah dengan membayangkan kita sedang duduk di depan sebuah kuburan.. Pada batu nisan nya terukir tanggal lahir dan tanggal kematian kita sendiri...
Rabbana, Ya Allah
Hanya kehendakMu saja yang dapat menjadikan
Laa Illaha Illallaah
Menghiasi bibir kami saat Izrail tiba.
Maka jadikanlah ia melekat pada jiwa kami sewaktu hidup,
Meringankan kami saat sekarat, menerangi kubur kami setelah mati,
dan melancarkan jalan kami sampai ke syurgaMu.
Alhamdulillahi Rabbil 'Allamiin...
http://medan-dakwah.blogsp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar